Berikut adalah
biography lengkapnya.
Syekh Abdul
Qadir Jaelani nama lenkap beliau Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi
Shalih Zango Dost al-Jaelani adalah orang Kurdi atau orang Persia ulama sufi
yang sangat dihormati oleh ulama Sunni. Syekh Abdul Qadir dianggap wali dan
diadakan penghormatan besar oleh kaum Muslim dari anak benua India. Di antara
pengikut di Pakistan dan India, ia juga dikenal sebagai Ghaus-e-Azam. Ia lahir
pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H, 1077 M selatan Laut Kaspia yang
sekarang menjadi Provinsi Mazandaran di Iran atau tepatnya beliau lahir di
Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M, sehingga diakhir nama beliau ditambahkan
kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliydan.
Kelahiran, Silsilah dan Nasab
Ada dua riwayat sehubungan dengan tanggal
kelahiran al-Ghauts al_A'zham Syekh Abdul Qodir al-Jilani Amoli. Riwayat
pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia
lahir pada 2 Ramadhan 470 H. Tampaknya riwayat kedua lebih dipercaya oleh
ulama. Silsilah Syekh Abdul Qodir bersumber dari Khalifah Sayyid Ali
al-Murtadha radiiyallahu'anhu, melalui ayahnya sepanjang 14 generasi dan melaui
ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid Abdurrahman Jami rah.a memberikan
komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A'zham radiiyallahu'anhu sebagi
berikut : "Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal sebagi
al-Ghauts al-A'zham. Ia mendapat gelar sayyid dari silsilah kedua orang tuanya,
Hasani dari sang ayah dan Husaini dari sang ibu". Silsilah Keluarganya
adalah Sebagai berikut : Dari Ayahnya(Hasani): Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih
bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin
Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin
Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah
Shallallahu 'alaihi Wassalam Dari ibunya(Husaini) : Syeh Abdul Qodir bin Ummul
Khair Fathimah binti Abdullah Sum'i bin Abu Jamal bin Muhammad bin Mahmud bin
Abul 'Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa bin Abu Ala'uddin bin Ali Ridha bin Musa
al-Kazhim bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal 'Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah
Shallallahu 'alaihi Wassalam
PERJALANAN HIDUP
Syekh Abdul Qadir Jaelani
Masa Muda
Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan
Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di
Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang
menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali.
Di Baghdad belajar kepada beberapa orang
ulama’ seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu
Sa’ad Al Muharrimi . Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul
dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama’. Suatu ketika Abu Sa’ad Al
Mukharrimi membangun sekolah kecil-kecilan di daerah yang bernama Babul Azaj.
Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir Al
Jailani. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim disana
sambil memberikan nasehat kepada orang-orang yang ada tersebut. Banyak sudah
orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak orang yang
bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau, sehingga sekolah itu
tidak muat menampungnya.
Murid Murid
Murid-muridnya banyak yang menjadi ulama
terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi
Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqih terkenal al Mughni.
Perkataan Ulama tentang Beliau
Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama
beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar
kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar
A'lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang
Syeikh Abdul Qadir menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir
masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian
terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk
menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam salat
fardhu."
Tentang Karamahnya
Syeikh Abdul Qadir al Jailani adalah
seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan
ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang
bernama al Muqri' Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah
Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah
dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab.
Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh
berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah
menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
"Cukuplah seorang itu berdusta, jika
dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab.
"Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk
berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya.
Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini.
Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal.
Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal,
kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas,
seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan
sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al
Jailani rahimahullah."
Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal
Ja'far al Adfwi (nama lengkapnya Ja'far bin Tsa'lab bin Ja'far bin Ali bin
Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi'i. Ia
dilahirkan pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di
Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah,
biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh
berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari
kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul
Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415
H / 8 April 1995 M.).
Karya
Imam Ibnu Rajab juga berkata, "Syeikh
Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah
tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan
sunnah."
Karya karyanya :
Tafsir Al Jilani
al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
Futuhul Ghaib.
Al-Fath ar-Rabbani
Jala' al-Khawathir
Sirr al-Asrar
Asror Al Asror
Malfuzhat
Khamsata "Asyara Maktuban
Ar Rasael
Ad Diwaan
Sholawat wal Aurod
Yawaqitul Hikam
Jalaa al khotir
Amrul muhkam
Usul as Sabaa
Mukhtasar ulumuddin
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang
berkaitan dengan nasihat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah
sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan
keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.
Ajaran-ajaranya
Sam'ani berkata, " Syeikh Abdul Qadir
Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali.
Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau." Imam Adz Dzahabi
menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala,
dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,"Lebih dari lima ratus
orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah
bertaubat."
Imam Adz Dzahabi menukilkan
perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh
sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib.
Kemudian mengakhiri perkataan, "Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki
kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian
perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang
beriman). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama
beliau."( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, " Tidak ada
seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak
kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara
riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi".
Syeikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali berkata
dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, " Aku telah mendapatkan
aqidahnya ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al
Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai
seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah
lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah,
Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj
Salaf." (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya
Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8
Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
Awal Kemasyhuran
Al-Jaba'i berkata bahwa Syeikh Abdul Qadir
pernah berkata kepadanya, "Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu
saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya
sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku
tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang
mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan
kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab
Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan
dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa
lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar
kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang
kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di
sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum]].
Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa
Syeikh Abdul Qadir berkata, "Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada
di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah
orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam
kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti
mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan
mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka
dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke
Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Aku
pun membuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang
pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam
keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Hubungan Guru dan Murid
Syeikh Abdul Qadir berkata, "Seorang
Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12
karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi
seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
Dua karakter dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi Wassalam yaitu penyayang dan lembut.
Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan
dapat dipercaya.
Dua karakter dari Umar yaitu amar ma'ruf
nahi munkar.
Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan
bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
Dua karakter dari Ali yaitu alim
(cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas
dalam bait syair yang dinisbatkan kepadanya dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri
seorang syeikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum
syariat zhahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada
tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu
merasa diawasi oleh Allah.
Syeikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa
Syeikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk
menilai seorang syeikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan
menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Syeikh Abdul Qadir berkata, "Kalimat
tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir
bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul
maut".
Karena itulah Syeikh Abdul Qadir selalu
mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan
(kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan
berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas.
Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya sebagai pengembara
sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi
besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang
didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap
bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M),
diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh
Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada
tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir juga dikenal sebagai
pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat
Qodiriyah.
Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah
magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada
561 H/1166 M.